Senin, 21 Mei 2012

KEUTAMA'AN BULAN RAJAB



Assalamu’alaikum Wr..Wb.. 
sahabat-sahabat yang dirahmati Allah SWT .
Bismillaahirahmanir rohiim.
Wahai Saudara-saudaraku yang budiman,
 
Bulan Rajab adalah bulannya Allah. Mari kita simak ada apa di balik 
bulan Rajab itu.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, “Ketahuilah bahwa 
bulan Rajab itu adalah bulan ALLAH, maka:
* Barang siapa yang berpuasa satu hari dalam bulan ini dengan ikhlas, 
maka pasti ia mendapat keridhaan yang besar dari ALLAH SWT
* Dan barang siapa berpuasa pada tgl 27 Rajab /Isra Mi’raj  akan mendapat pahala seperti 5 tahun berpuasa;
* Barang siapa yang berpuasa dua hari di bulan Rajab akan mendapat kemuliaan 
di sisi ALLAH SWT;
* Barang siapa yang berpuasa tiga hari yaitu pada tgl 1, 2, dan 3 
Rajab  maka ALLAH akan memberikan pahala seperti 900 
tahun berpuasa dan menyelamatkannya dari bahaya dunia, dan siksa akhirat;
* Barang siapa berpuasa lima hari dalam bulan ini, insyaallah permintaannya 
akan dikabulkan;
* Barang siapa berpuasa tujuh hari dalam bulan ini, maka ditutupkan tujuh 
pintu neraka Jahanam dan barang siapa berpuasa delapan hari maka akan 
dibukakan delapan pintu syurga;
* Barang siapa berpuasa lima belas hari dalam bulan ini, maka ALLAH akan 
mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan menggantikan kesemua kejahatannya 
dengan kebaikan, dan barang siapa yang menambah (hari-hari puasa) maka ALLAH 
akan menambahkan pahalanya.”
Sabda Rasulullah SAW lagi : 
“Pada malam Mi’raj, saya melihat sebuah sungai yang airnya lebih manis dari 
madu, lebih sejuk dari air batu dan lebih harum dari minyak wangi, lalu saya 
bertanya pada Jibril a.s.: “Wahai Jibril untuk siapakan sungai ini ?” 
Maka berkata Jibrilb a.s.: “Ya Muhammad sungai ini adalah untuk orang yang 
membaca salawat untuk engkau dibulan Rajab ini”.
Dalam sebuah riwayat Tsauban bercerita : 
“Ketika kami berjalan bersama-sama Rasulullah SAW ke sebuah kubur, lalu 
Rasulullah berhenti dan beliau menangis dengan amat sedih, kemudian beliau 
berdoa kepada ALLAH SWT. Lalu saya bertanya kepada beliau:”Ya Rasulullah 
mengapakah engkau menangis?” Lalu beliau bersabda :”Wahai Tsauban, mereka itu 
sedang disiksa dalam kubur nya, dan saya berdoa 
kepada ALLAH, lalu ALLAH meringankan siksa atas mereka”.
Sabda beliau lagi: “Wahai Tsauban, kalaulah sekiranya mereka ini mau 
berpuasa satu hari dan beribadah satu malam saja di bulan Rajab niscaya mereka
tidak akan disiksa di dalam kubur.”
Tsauban bertanya: “Ya Rasulullah,apakah hanya berpuasa satu hari dan 
beribadah satu malam dalam bulan Rajab sudah dapat mengelakkan dari siksa 
kubur?” Sabda beliau: “Wahai Tsauban, demi ALLAH Zat yang telah mengutus saya 
sebagai nabi, tiada seorang muslim lelaki dan perempuan yang berpuasa satu 
hari dan mengerjakan sholat malam sekali dalam bulan 
Rajab dengan niat karena ALLAH, kecuali ALLAH mencatatkan baginya seperti 
berpuasa satu tahun dan mengerjakan sholat malam satu tahun.”
Sabda beliau lagi: “Sesungguhnya Rajab adalah bulan ALLAH, Sya’ban Adalah 
bulan aku dan bulan Ramadhan adalah bulan umatku”. “Semua manusia akan berada 
dalam keadaan lapar pada hari kiamat, kecuali para nabi,keluarga nabi dan 
orang-orang yang berpuasa pada bulan Rajab, 
Sya’ban dan bulan Ramadhan.
Maka sesungguhnya mereka kenyang, serta tidak akan merasa lapar dan haus 
bagi mereka.”
Wassalamu’alaikum wr.wb,
Insya Allah bermanfaat

Rabu, 16 Mei 2012

Pola Pikir Qur'ani Seorang Beriman



Pola Pikir Qur'ani Seorang Beriman

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarahkatuh


Sikap terhadap Keluarga dan Teman



Orang beriman bersyukur kepada Allah di saat dia memikirkan penciptaan orang tuanya yang telah menghabiskan begitu banyak waktu dan jerih payah untuk menjaganya selama bertahun-tahun semenjak dia pertama kali membuka matanya di dunia ini. Orang yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an akan senantiasa berusaha untuk menyadari bahwa Allah menciptakan orang tuanya dan memberikan mereka kasih sayang dan belas kasih-Nya dan menganugerahi mereka dengan cinta kepada anak mereka. Allah menciptakan ikatan kasih sayang antara orang tua dan anak yang mereka besarkan dari masa kecil, dari tanpa daya sampai mereka mandiri di saat dewasa. Dalam ikatan kasih sayang ini, orang tua tak pernah lelah dalam kebahagiaan merawat anak mereka dan melihat mereka tumbuh dewasa. Allah menekankan pentingnya keluarga dalam kehidupan manusia:

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS Luqman, 31:14)

Katakanlah, "Mari kubacakan apa yang diharamkan atasmu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa. (QS Al An’am, 6:151)
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua ibu bapaknya, (QS Al Ahqaf, 46:15)

Jadi, berdasarkan ayat-ayat tersebut, orang beriman akan menunjukkan perhatian kepada orang tuanya dan memperlakukan mereka dengan rasa hormat, menanamkan kasih sayang bagi mereka, memperlakukan mereka dengan baik, dan berusaha menyenangkan hati mereka dengan ucapan yang baik dan bijaksana. Sekali lagi dalam Al Qur'an, Allah menunjukkan kepada kita bagaimana caranya bersikap peka terhadap orang tua kita:

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (QS Al Israa’, 17:23) di dalam ayat ini, Allah menunjukkan kepada kita ukuran belas kasihan yang harus ditunjukkan kepada orang tua. Dengan kata-kata

“janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”, Allah telah melarang orang beriman dari melakukan perbuatan tidak hormat yang paling kecil sekalipun, atau mengabaikan mereka. Untuk itu, orang beriman senantiasa berbuat dengan penuh perhatian terhadap orang tua mereka dan dengan rasa hormat dan tenggang rasa yang sangat besar.

Mereka akan melakukan apa saja yang mungkin untuk membuat orang tua mereka nyaman dan tidak akan berusaha mengurangi rasa hormat dan perhatian. Mereka akan terus ingat akan kesulitan dan kegelisahan di hari tua dan akan melakukan setiap usaha untuk memberikan semua kebutuhan mereka, bahkan sebelum mereka mengutarakannya dengan pengertian yang penuh kasih sayang. Mereka akan melakukan apa saja yang mereka mampu untuk memastikan bahwa orang tua mereka merasa nyaman dan tidak kekurangan, baik secara rohani maupun jasmani. Dan, tidak peduli apa pun yang terjadi, mereka tidak akan berhenti memperlakukan mereka dengan rasa hormat yang mendalam.

Ada keadaan lain yang mungkin dihadapi oleh orang beriman dalam hubungan mereka dengan orang tua. Orang yang beriman mungkin memiliki orang tua yang memilih jalan kafir. Dalam kasus seperti perbedaan iman, orang beriman akan mengajak mereka dengan sikap yang sama sopan dan hormatnya untuk mengikuti jalan yang benar. Perkataan Ibrahim AS kepada ayahnya yang menyembah berhala, menunjukkan kepada kita pendekatan seperti apa yang harus kita tempuh dalam keadaan semacam itu:

Wahai Bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah setan. Sesungguhnya setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. (QS Maryam, 19:43-44)

Kembali, ketika sebagian orang melihat orang tua mereka semakin menua dan kehilangan kekuatan, mereka berpaling di saat orang tuanya membutuhkan pertolongan dan perhatian. Tidak sulit melihat tersebar luasnya sikap semacam itu saat ini. Kita seringkali bertemu orang tua, yang berada dalam keadaan yang sangat buruk secara jasmani dan rohani, ditinggalkan berdiam di rumah mereka sendirian. Bila kita memikirkan keadaan ini kita akan melihat bahwa akar dari persoalan ini terdapat pada tidak dijalaninya hidup sesuai ajaran Al Qur'an.

Seseorang yang menerima Al Qur'an sebagai tuntunannya, bertindak terhadap orang tuanya, anggota keluarganya yang lain, dan setiap orang yang ada di sekitarnya dengan kasih sayang dan belas kasih. Dia akan mengajak kerabat, teman, dan kenalannya yang lain untuk hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an, karena Allah memerintahkan orang beriman untuk mulai mendakwahkan Islam kepada orang yang dekat dengan mereka.

Dan berilah peringatan kepada kerabat- kerabatmu yang terdekat. (QS As Syu’ara’, 26:214)

 Selalu ada kebahagiaan dan keceriaan di dalam sebuah keluarga yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an, sebagaimana diwujudkan di dalam Sunnah Rasulullah SAW. Keadaan seperti teriakan, percekcokan, dan sikap tidak hormat yang kita lihat dalam keluarga yang terpecah saat ini tidak mungkin pernah terjadi dalam masyarakat orang-orang beriman. Dalam masyarakat seperti itu, setiap orang merasa sangat bahagia bersama keluarganya. Anak memperlakukan orang tua mereka dengan hormat dan mencintai mereka sepenuh hati. Keluarga memandang anak sebagai amanat dari Allah dan menjaga mereka. Ketika kita mengucapkan kata “keluarga”, kehangatan, cinta, rasa aman, dan saling menolong muncul dalam benak kita. Namun adalah bermanfaat untuk kembali menyorot, bahwa keadaan yang istimewa ini hanya dapat diraih melalui menjalani hidup dengan penuh iman dan sepenuhnya dalam Islam serta melalui takut dan cinta kepada Allah.

Sikap terhadap Nikmat Orang beriman yang mengesampingkan pandangan kebiasaan mereka dan mengamati lingkungan mereka akan mengerti bahwa, semua yang dia lihat adalah nikmat dari Allah. Mereka akan mengerti bahwa semuanya—mata, telinga, tubuh, semua makanan yang mereka makan, udara bersih yang mereka hirup, rumah, benda dan harta, apa yang mereka miliki dan bahkan makhluk hidup renik dan bintang-bintang—dijadikan untuk kepentingan mereka. Dan semua nikmat ini terlalu banyak jumlahnya untuk dihitung. Sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut, bahkan tidak mungkin untuk mengelompokkan dan menghitung semua nikmat ini:
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS An Nahl, 16:18)

Orang beriman diperkenankan menggunakan semua nikmat yang diberikan kepadanya di dunia ini, namun dia tidak akan tertipu oleh itu semua sehingga lupa dan hidup tanpa memikirkan Allah, kehidupan setelah mati, atau ajaran Al Qur'an. Tidak peduli berapa pun banyaknya harta yang dia miliki, kekayaan, uang atau kekuasaan dan sebagainya, itu semua tidak akan meyebabkannya menjadi terperosok atau sombong. Singkatnya, itu semua tidak akan menjerumuskannya untuk meninggalkan ajaran Al Qur'an.

Dia sadar bahwa semua ini adalah nikmat dari Allah dan jika Dia menghendaki, Dia dapat mengambilnya kembali. Dia selalu sadar bahwa nikmat di dunia ini hanya sementara dan terbatas. Semuanya adalah ujian untuknya, dan semua itu hanyalah bayangan dari nikmat yang sesungguhnya di dalam Surga.
Bagi seseorang yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an, nikmat di dunia ini seperti harta benda, hak milik, dan jabatan hanyalah sarana untuk mendekatkan diri dan bersyukur kepada Allah.

Oleh karena itu, tidaklah pernah menjadi tujuannya untuk memiliki nikmat di dunia ini, yang dia tahu hanya akan dia nikmati untuk waktu yang sesaat. Misalnya, salah satu nikmat paling tahan lama yang dapat digunakan manusia sepanjang hidupnya adalah rumah. Namun rumah hanya bermanfaat bagi seseorang untuk waktu dua puluh tahun atau paling lama sepanjang hidupnya. Ketika hidupnya di dunia berakhir, dia akan pergi jauh meninggalkan rumah yang dicintainya, dihargainya, dan telah dimilikinya dengan bekerja sangat keras sepanjang hidupnya. Tidak ada keraguan bahwa kematian menandai perpisahan mutlak antara seseorang dengan nikmat dunianya.

Orang beriman tahu bahwa Allah adalah pemilik sesungguhnya dari nikmat yang diberikan kepadanya dan semua itu berasal hanya dari-Nya. Orang beriman melakukan semua yang bisa dilakukannya untuk berterima kasih kepada Allah Yang telah menciptakan nikmat ini dan untuk menunjukkan penghargaan dan syukurnya. Sebagai balasan dari nikmat yang tak terhitung jumlahnya dari Allah, dia akan senantiasa melakukan setiap usaha untuk bersyukur melalui apa yang dia ucapkan dan kerjakan, untuk memikirkan nikmat Allah dan mengingat semuanya dan untuk berdakwah tentang hal itu kepada orang lain. Berikut ini adalah beberapa ayat yang berkaitan dengan hal itu:

Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas. Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu ? Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya. Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan. (QS Ad Duha, 93:5-11)

Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepadamu peringatan dari Tuhanmu yang dibawa oleh seorang laki-laki di antaramu untuk memberi peringatan kepadamu? Dan ingatlah olehmu sekalian di waktu Allah menjadikanmu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS Al A’raf, 7:69)

 sebagian orang, sebelum bersyukur menunggu dulu turnunya nikmat tertentu atau selesainya masalah besar. Padahal, jika mereka berpikir barang sejenak, mereka akan melihat bahwa setiap saat dalam kehidupan seseorang penuh dengan nikmat. Secara berkesinambungan, pada setiap saat, nikmat yang tidak terhitung jumlahnya diberikan kepada kita seperti kehidupan, kesehatan, kecerdasan, kesadaran, pancaindera, dan udara yang kita hirup. Sudah seharusnya kita bersyukur atas setiap nikmat tersebut, satu demi satu. Orang yang lalai dalam mengingat Allah dan merenungkan bukti-bukti penciptaan-Nya tidak menyadari nilai nikmat mereka di saat mereka memilikinya. Mereka tidak bersyukur dan mereka hanya mengerti nilai nikmat-nikmat itu ketika semua diambil dari mereka.

Namun orang beriman merenungkan betapa tidak berdayanya mereka dan betapa besar kebutuhan mereka akan semua nikmat ini, sehingga mereka senantiasa bersyukur kepada Allah atas nikmat tersebut. Orang beriman tidak hanya bersyukur kepada Allah atas kesejahteraan, kekayaan, dan harta benda. Mereka mengetahui bahwa Allah adalah Pemilik dan Penguasa segala hal. Mereka bersyukur kepada Allah atas kesehatan, penampilan yang cantik, pengetahuan, kecerdasan mereka, atas kecintaan mereka akan iman dan kebencian mereka kepada kekafiran, atas kenyataan bahwa mereka berada di jalan yang benar, atas keterlibatan mereka bersama orang-orang beriman dengan sepenuhnya, atas pengertian, pemahaman dan pandangan mereka, dan atas kekuatan fisik dan rohani mereka. Mereka segera bersyukur kepada Allah saat mereka melihat pemandangan indah atau saat mereka mengatur pekerjaan mereka dengan baik, saat mereka menerima sesuatu yang mereka inginkan, mendengar ucapan yang baik, menyaksikan perbuatan kasih sayang dan rasa hormat, dan segala macam nikmat yang terlalu banyak untuk disebutkan. Mereka mengingat-Nya sebagai Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Jika orang beriman menunjukkan dalam perbuatan baiknya bahwa nikmat yang telah dia terima tidak akan membuatnya rakus, sombong dan tinggi hati, Allah akan memberikan untuknya nikmat yang lebih banyak lagi. Pernyataan Allah dalam Al Qur'an berbicara mengenai hal ini:
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS Ibrahim, 14:7)

Pada saat yang bersamaan, semua nikmat adalah bagian dari ujian duniawi bagi manusia. Karena itu, orang-orang beriman, selain bersyukur, juga menggunakan nikmat yang diberikan kepada mereka sebanyak mungkin dalam melakukan pekerjaan yang baik. Mereka tidak mau menjadi kikir dan menimbun kekayaan. Hal ini karena mengumpulkan dan menimbun harta adalah sifat penghuni Neraka. Allah mengajak kita memperhatikan hal ini di dalam Al Qur'an:

Sekali-kali tidak dapat, sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergolak, yang mengelupas kulit kepala, yang memanggil orang yang membelakang dan yang berpaling (dari agama), serta mengumpulkan (harta benda) lalu menyimpannya. Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh-kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh-kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir. (QS Al Ma’arij, 70:15-21)

Sebagai jawaban atas pertanyaan mengenai apa yang harus diinfakkan oleh manusia, Allah menganjurkan agar kita memberikan “Yang lebih dari keperluan” (QS Al Baqarah, 2:219). Merupakan tuntutan ajaran Al Qur'an agar orang beriman menggunakan sebagian pendapatan mereka di luar kebutuhan mereka sendiri untuk pekerjaan baik yang dituntun oleh Allah. Batas minimal secara hukum dari pemberian itu adalah kewajiban zakat, yang ditagih oleh penguasa atau pemimpin masyarakat untuk dibagikan kepada orang miskin dan yang membutuhkan dan orang lainnya sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam ayat mengenai zakat. Memberikan lebih daripada itu bukanlah merupakan kewajiban, namun sangat dianjurkan.

Ungkapan syukur orang beriman akan nikmat mereka dengan menggunakan nikmat yang telah dikaruniakan oleh Allah kepada mereka pastilah demi meraih ridha-Nya. Orang beriman bertanggung jawab atas penggunaan apa yang telah diberikan kepadanya dalam melakukan amal saleh yang telah diperintahkan oleh Allah. Bersamaan dengan sarana materi yang telah Allah berikan kepada mereka, orang beriman menggunakan raganya untuk mendapatkan ridha Allah dan untuk bekerja di jalan-Nya. Dengan demikian ia berharap meraih ridha dan ampunan Allah dan menggapai nikmat yang tiada akhir di Surga:

Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka... (QS At Taubah, 9:111)

Masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW melalui pembayaran zakat dan tindakan memberi dengan ikhlas akan mengentaskan kekerasan, perselisihan, pencurian, dan tindakan kriminal buruk lainnya yang disebabkan oleh kemiskinan, kelaparan, kekurangan, dan persoalan lain semacam itu. Dengan jalan ini dan kehendak Allah, kedamaian pikiran dan kesejahteraan akan mencapai tingkatan tertinggi.

sekian dulu bumbu hidup dengan mengamalkan al qur'an,semoga bermanfa'at dan memberikan apa yang kita dapat pada orang lain terutama pada orang terdekat kita...

Sabtu, 12 Mei 2012

HADIST-HADIST SEPUTAR LARANGAN MEMAKAI SUTERA, EMAS DAN PERAK


HADIST-HADIST SEPUTAR LARANGAN MEMAKAI SUTERA, EMAS DAN PERAK

 Dari 'Umar bin Khaththab ra, berkata, Rasulullah Sallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah kamu sekalian memakai kain sutera, karena sesungguhnya orang yang telah memakainya di dunia maka nanti di akhirat tidak akan memakainya lagi" (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari ' Ali ra. berkata: "Saya melihat Rasulullah Sallallahu 'Alaihi wa Sallam memegang kain sutera ditangan kanannya, dan memegang emas ditangan kirinya kemudian bersabda: "Sesungguhnya dua benda ini haram bagi ummatku yang laki-laki". (HR. Abu Daud)

Dari Abu Musa Al Asy'ary ra. bahwasannya Rasulullah Sallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: "Memakai kain sutera dan emas itu haram bagi ummatku yang laki-laki; dan halal bagi ummatku yang perempuan". (HR. At-Turmudzy).

Dari 'Umar bin Khaththab ra. berkata: "Saya mendengar Rasulullah Sallallahu 'Alahi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya orang yang memakai kain sutera adalah orang yang tidak akan mendapat bagian nanti (di akhirat)". (HR. Bukhari dan Muslim). -----> Dalam riwayat Bukhari dikatakan: "Orang yang tidak akan mendapat bagian kain sutera nanti di akhirat".

Dari Hudzaifah ra berkata: " Nabi Sallallahu 'Alaihi wa Sallam telah melarang kami untuk minum dan makan dengan bejana emas dan perak, serta melarang pula untuk memakai kain sutera baik yang tipis maupun yang tebal dan melarang pula untuk duduk diatasnya". ( Riwayat Bukhari)

Dari Anas ra. berkata:" Rasulullah Sallallahu 'Alaihi wa Sallam telah memberi kemurahan kepada Zubair dan 'Abdurrahman bin 'Auf ra. untuk memakai kain sutera karena menderita penyakit gatal-gatal". (Riwayat Bukhari dan Muslim).

Dari Ummu Salamah ra. bahwasannya Rasulullah Sallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: "Orang yang minum dengan menggunakan bejana perak itu bagaikan menuangkan api neraka kedalam perutnya". (HR. Bukhari dan Muslim). --------> Dalam riwayat Muslim dikatakan: " Sesungguhnya orang yang makan atau minum dengan menggunakan bejana perak dan emas".

Dari Hudzaifah ra. berkata: "Sesungguhnya Nabi Sallallahu 'Alaihi wa Sallam melarang kami untuk memakai kain sutera baik yang halus maupun yang kasar, dan melarang minum dengan menggunakan emas dan perak. Beliau bersabda: "Itu semua untuk mereka (orang-orang kafir) di dunia, dan untuk kamu sekalian nanti di akhirat". (HR Bukhari dan Muslim).

Dari Hudzaifah ra. berkata:"Saya mendengar Rasulullah Sallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah kamu sekalian memakai kain sutera baik yang halus maupun yang kasar; dan janganlah kamu sekalian minum dengan menggunakan bejana emas dan perak serta janganlah kamu sekalian makan dengan memakai piring emas atau perak". (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Anas bin Sirin berkata: "Ketika saya bersama Anas bin Malik ra. kerumah salah seorang majusi, disitu dijamu dengan faludza pada bejana yang terbuat dari perak tetapi Anas tidak mau memakannya. Kemudian Anas berkata kepada orang majusi itu: "Pindahkanlah". Maka orang majusi itu memindahkannya pada bejana yang terbuat dari kayu, lantas dihidangkannya maka Anas memakannya". (Riwayat Al Baihaki).

Allah melarang pria memakai perhiasan emas karena itu bisa jadi alat berbangga-bangga:



“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” [Al Hadiid 20]

Ada orang yang berpendapat Emas Putih, Platina, atau Berlian yang lebih mahal daripada Emas halal karena itu bukan emas. Cuma emas yang diharamkan, kata mereka. Meski tidak ada dalil Emas Putih, Platina, atau Berlian itu haram bagi pria, namun Nabi dan sahabat tidak pernah memakainya. Jadi belum tentu halal.

Sebagaimana ayat Al Qur’an yang menyatakan khamar dan judi itu haram, bukan berarti yang haram itu cuma khamar atau judi yang biasa digunakan di Arab saat itu. Tapi setiap yang memabukkan (misalnya Wiskey, Bir, Narkoba, dan Vodka) juga haram karena faktor memabukkannya. Begitu pula meski judi yang dulu biasa dipakai adalah melempar anak panah, itu bukan berarti Kasino atau Judi Bola itu halal. Faktor spekulasi dan mengambil harta orang lain bukan dengan jalan yang hak itulah yang membuatnya haram.

Nah intisari/substansi pengharaman emas bagi pria adalah larangan Bermegahan, Berlebihan, Boros, Pamer, dan sebagainya. Ini bukan cuma berlaku bagi emas, tapi bagi perhiasan mahal lainnya seperti arloji Rolex ang harganya bisa mencapai US$ 350.000 (Rp . 3,2 milyar/2000 dinar!). Coba perhatikan dan pahami ayat-ayat di bawah:

“…orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa.” [Hud 116]

“…Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” [Al Israa' 16]

“Hingga apabila Kami timpakan azab, kepada orang-orang yang hidup mewah di antara mereka, dengan serta merta mereka -----ik minta tolong.” [Al Mu'minuun 64]

“Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatan pun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: “Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk menyampaikannya” [Saba' 34]

“Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi Peringatan pun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka.” [Az Zukhruf 23]

“Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewah-mewah.” [Al Waqi'ah 45]

Allah membenci ummat Islam yang hidup mewah. Banyak orang-orang kafir yang masuk neraka karena hidup mewah. Pola hidup orang mewah adalah pamer/riya akan hartanya. Lebih menumpuk harta ketimbang membantu orang-orang miskin atau mujahid yang berjuang di jalan Allah. Karena merasa besar/kibir akan kemewahan yang mereka pamerkan, mereka cenderung menganggap dirinya paling hebat dan paling benar serta menolak kebenaran.

Rabu, 09 Mei 2012

Kedudukan Wanita




Kedudukan Wanita

          Dalam Islam wanita menempati kedudukan yang tinggi, belum pernah setinggi yang dicapai oleh agama-agama terdahulu, dan tidak pula diraih oleh umat berikutnya, karena pemuliaan Islam terhadap manusia mencakup wanita dan pria dengan hak yang sama. Mereka dihadapan hukum-hukum Allah di dunia ini sama, sebagaimana juga mereka di hadapan ganjaran serta imbalan  di akhirat juga sama. Allah berfirman: “...dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam.”
Kemudian Allah SWT berfirman:

" للرجال نصيب مّما ترك الوالدان والأقربون وللنساء نصيب مّما ترك الوالدان والأقربون "

“...bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya.” Lalu firman-Nya:

" ولهن مثل الذي عليهنّ بالمعروف "

“...dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.

Berfirman subhanahu wa ta’ala:

" والمؤمنون والمؤمنات بعضهم أولياء بعض "

“...dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagiaan yang lain”,

 firman-Nya:

" وقضى ربّك ألاّ تعبدوا إلاّ إياه وبالوالدين إحسانًا إمّا يبلغنّ عندك الكبر أحدهما أو كلاهما فلا تقل لّهما أفّ ولا تنهرهما وقل لهما قولاً كريمًا  .واخفض لهما جناح الذلّ من الرحمة وقل ربّ ارحمهما كما ربّياني صغيرًا "

“...dan Tuhan-mu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia (23) dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhan-ku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”,

 firman-Nya:

" فاستجاب لهم ربّهم أنّي لا أضيع عمل عامل مّنكم من ذكر أو أنثى "

“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan”, firman-Nya:

" من عمل صالحًا من ذكر أو أنثى وهو مؤمن فلنحيينّه حياة طيبة ولنجزينّهم أجرهم بأحسن ما كانوا يعملون "

“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”, serta firman-Nya:

" من يعمل من الصالحات من ذكر أو أنثى وهو مؤمن فأولئك يدخلون الجنة ولا يظلمون نقيرًا "

“Barang siapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk kedalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun”.
         
Kemuliaan yang diraih oleh wanita dalam Islam ini tidak ada bandingannya dalam agama, kelompok atau hukum manapun, kebudayaan Romawi telah menetapkan bahwa wanita adalah budak bagi laki-laki, dia tidak memiliki hak apapun, pernah diadakan sebuah pertemuan di Roma untuk membahas permasalahan wanita, yang kemudian memutuskan bahwa dia adalah sesuatu yang ada namun tidak berjiwa, bahwa dia tidak akan mewarisi kehidupan akherat, dan bahwasanya wanita itu kotor.
         
Dahulu wanita di Athena dianggap sebagai barang yang tidak berharga, dia diperjual belikan, dan dianggap sebagai kotoran dari hasil perbuatan setan.
         
Syari’at India kuno telah menetapkan: bahwa wabah penyakit, kematian, neraka, racun binatang serta api lebih baik dari wanita. Hak wanita akan berakhir dalam kehidupannya dengan meninggalnya sang suami –yang notebene ia itu tuannya- ketika ia melihat jasad suaminya sedang dibakar, ia harus melemparkan dirinya ke dalam api tersebut, dan jika tidak maka ia berhak untuk mendapatkan laknat.
         
Adapun wanita dalam agama Yahudi, terdapat hukum baginya dalam perjanjian lama sebagaimana berikut ini: “Berputar aku dan hatiku untuk mengetahui, membahas dan mencari hikmah dan secara akal, dan untuk mengetahui bahwa kejelekan itu merupakan kebodohan dan kedunguan bahwa ia itu gila, maka aku dapati yang lebih pahit dari kematian: ialah wanita yang merupakan jendelanya, hatinya penjerat dan kedua tangannya merupakan pengikat”.
         
Itulah mereka, para wanita pada masa-masa terdahulu, adapun keadaannya pada zaman pertengahan dan terkini akan dijelaskan oleh fakta-fakta berikut ini:
         
Penulis Denmark Wieth Kordsten menjelaskan tentang arahan gereja Katolik sekitar permasalahan wanita dengan ungkapan: “Pada masa pertengahan, perhatian terhadap wanita Eropa sangat terbatas sekali, dengan mengikuti arah mazhab Katolik sebelumnya yang menganggap bahwa wanita itu diciptakan pada derajat kedua.” Di Perancis telah diadakan pertemuan pada tahun 586 M, untuk membahas permasalahan wanita dan apakah dia akan dianggap sebagai manusia atau tidak dianggap sebagai manusia? setelah perdebatan: mereka yang hadir memutuskan bahwa wanita itu manusia, akan tetapi dia diciptakan untuk melayani kaum pria. Pembahasan ke dua ratus tujuh belas dari hukum Perancis berbunyi sebagai berikut ini: “wanita yang telah menikah –walaupun pernikahannya berdasarkan atas dasar pemisahan antara apa yang dia miliki dan apa yang suaminya miliki- dia tidak boleh menghibahkan sesuatu, tidak pula memindahkan miliknya dan tidak pula menjaminkannya, sebagaimana juga dia tidak boleh memiliki baik melalui tukar-menukar atau dengan percuma(diberi) tanpa keterlibatan suami dalam akad atau minimal persetujuannya secara tertulis)      

          Adapun wanita sekarang di Eropa, Amerika dan  di negara-negara industri modern lainnya sebagai makhluk hina dan barang komersial dalam tumpukan barang dagangan, ia menjadi bagian iklan-iklan produk komersial yang murah, bahkan  terkadang harus dengan telanjang dan melepask pakaiannya untuk menawarkan barang dagangan di depan kelompok dagang, tubuh serta kehormatannya dihalalkan untuk tunduk serta menuruti kemauan kaum laki-laki yang hanya menjadikan wanita sebagai alat  kesenangan bagi mereka di setiap tempat.

          Wanita menjadi pusat perhatian selama ia masih muda dan cantik serta sanggup untuk memberi dan mengorbankan pikiran ataupun tubuhnya, apabila ia telah  tua dan hilang kecantikan dan kemampuannya dalam memberi, maka masyarakat akan memandang sebelah mata, baik itu secara perorangan ataupun yayasannya, sehingga dia akan hidup sendirian di rumahnya atau di panti-panti jompo.

          Bandingkan semua ini –pasti tidak akan sama- dengan apa yang datang dari Al-Qur’anul Karim sebagaimana difirman Allah SWT:
" المؤمنون والمؤمنات بعضهم أولياء بعض "

“...dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain.”

Berfirman Dzat Yang Maha Mulia:
" ولهنّ مثل الذي عليهن بالمعروف "

“...dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf”, serta firman-Nya:


“...dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia

dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “wahai Tuhan-ku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
         
Tatkala Allah memuliakan wanita dengan pemuliaan yang seperti ini, Dia jelaskan kepada seluruh umat manusia dengan tegas bahwa Dia menciptakannya sebagai ibu, isteri, putri dan saudari, serta mensyari’atkan untuk itu syari’at syari’at khusus yang berhubungan dengan wanita.


* * * * * *


Selasa, 08 Mei 2012

Kebutuhan Manusia terhadap Rasul


Kebutuhan Manusia terhadap Rasul

assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

          Baiklah sobat semua saya akan menyampaikan sedikit tentang kebutuhan manusia terhadap rosul allah.
Para nabi adalah utusan-utusan Allah kepada hamba-hamba-Nya untuk menyampaikan segala perintah, memberi kabar gembira kepada mereka tentang kenikmatan-kenikmatan yang telah disiapkan apabila mereka menta’ati perintah-perintah-Nya. Para nabi juga memberikan peringatan kepada mereka dari adzab yang kekal apabila mereka melanggar larangan-Nya, juga menceritakan kepada mereka tentang cerita umat-umat terdahulu serta apa yang dari adzab dan siksa yang menimpa mereka di dunia yang disebabkan oleh penyelisihan mereka terhadap perintah Rabb-nya.

          Perintah serta larangan-larangan Allah SWT ini tidak mungkin untuk dapat diketahui oleh akal dengan sendirinya, oleh karena itu Allah menetapkan syari’at dan mewajibkan perintah dan larangan, sebagai bentuk kebaikan bagi umat manusia, pemuliaan terhadap mereka dan penjagaan atas segala maslahatnya, karena manusia terkadang suka menempuh jalan yang mengikuti syahwatnya, sehingga melanggar keharaman dan berbuat dzolim terhadap orang lain dengan merebut hak-hak mereka. Diantara hikmah mulia bahwa Allah mengutus kepada mereka pada setiap masa para rasul yang akan mengingatkan mereka tentang perintah-perintah Allah, memperingati mereka agar tidak terjerumus dalam kemaksiatan, membacakan mau’idzoh dan mengingatkan mereka tentang kabar kaum-kaum yang terdahulu, karena jika kabar-kabar yang menakjubkan telah mengetuk telinga, pengetahuan-pengetahuan yang baru telah menggugah pikiran, niscaya akan diresap oleh akal sehinga bertambahlah ilmu padanya dan lurus pemahamannya. Orang yang paling banyak mendengar akan menjadi yang paling banyak pemasukannya, yang paling banyak pemasukan akan menjadi yang paling banyak berfikir, yang paling banyak berfikir akan menjadi yang paling banyak ilmu, dan yang paling banyak ilmunya akan menjadi yang paling banyak pengamalannya. Tidak didapat dari pengutusan rasul itu suatu tandingan dan tidak pula ada pengganti mereka dalam merapihkan kebenaran.
         
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: "Risalah (wahyu) merupakan sesuatu yang sangat urgen untuk memperbaiki hamba bagi kehidupanya di dunia dan akhirat. Sebagaimana bahwasanya tidak ada kebaikan baginya untuk akherat kecuali dengan mengikuti rasul, begitu pula tidak ada kebaikan baginya dalam kehidupan dunia kecuali dengan mengikuti rasul. Manusia akan selalu butuh terhadap syari’at, karena dia berada diantara dua gerakan: gerakan yang mendatangkan manfaat baginya, dan gerakan yang dapat menolak bala darinya. Sedangkan syari’at adalah cahaya yang akan menerangkan apa yang bermanfaat dan apa yang menjadikan malapetaka baginya, dialah cahaya Allah di bumi-Nya, keadilan-Nya di antara hamba serta benteng-Nya yang akan menjadikan aman setiap orang yang memasukinya."
         
Syari’at bukan hanya membedakan antara yang bermanfaat dan mendatangkan madharat dengan perasaan saja, karena yang seperti itu bisa didapat oleh binatang, keledai dan onta dapat membedakan antara gandum dan tanah, bahkan juga dapat membedakan perbuatan-perbuatan yang dapat mendatangkan malapetaka bagi pelakunya, baik itu di dunia maupun akherat. Perbuatan-perbuatan yang bermanfaat dalam kehidupan dan tempat kembalinya seperti iman, tauhid, keadilan, bakti, kebaikan, amanah, penjagaan diri, keberanian, ilmu, sabar, amar ma’ru nahi mungkar, silaturahmi, bakti terhadap kedua orang tua, berbuat baik kepada sesama tetangga, melaksanakan segala yang menjadi hak baginya, ikhlas dalam beramal karena Allah, bertawakal kepada-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya, ridho terhadap takdir-takdir-Nya, berserah diri terhadap hukum-hukum-Nya, membenarkan-Nya dan membenarkan rasul-rasul-Nya dalam seluruh apa yang mereka kabarkan, dan lain sebagainya termasuk seluruh yang dapat mendatangkan manfaat dan kebaikan bagi seorang hamba untuk dunia dan akheratnya. Dan menyelisihi itu semua dapat mendatangkan kesusahan dan malapetaka bagi dunia dan akheratnya.
         
Kalau seandainya tidak ada risalah (wahyu) niscaya akal tidak akan mendapat petunjuk kepada rincian dari segala yang bermanfaat dan yang mendatangkan malapetaka bagi kehidupannya. Diantara kenikmatan Allah terbesar bagi hamba-Nya dan karunia-Nya yang paling mulia adalah diutusnya para rasul kepada mereka, menurunkan kitab dan menunjukkan kepada jalan yang lurus, jika seandainya hal tersebut tidak ada, niscaya mereka akan menjadi seperti binatang ternak, bahkan lebih jahat darinya. Barang siapa yang menerima risalah Allah dan beristiqomah padanya, maka dia menjadi makhluk terbaik, dan barang siapa yang menolak dan keluar darinya, maka dia akan menjadi makhluk terburuk, bahkan lebih buruk keadaannya dari anjing, babi dan lebih hina dari segala sesuatu yang hina. Tidak ada kehidupan bagi penghuni bumi kecuali dengan mengikuti risalah yang ada pada mereka. Apabila anda mempelajari tentang jejak para rasul yang ada di muka bumi, niscaya anda akan mendapatkan petunjuk hidayah mereka, nantinya Allah akan menghancurkan alam seluruhnya dan membangkitkan hari kiamat.
         
Kebutuhan penduduk bumi terhadap rasul tidak seperti kebutuhan mereka terhadap matahari, bulan, angin dan hujan, tidak pula seperti kebutuhan manusia terhadap kehidupannya, tidak seperti kebutuhan mata terhadap cahayanya, tubuh terhadap makanan dan minuman, bahkan lebih besar dari semua itu dan lebih butuh dari setiap keinginan dan apa yang terbersit dalam pikiran. Karena para rasul adalah perantara yang menghubungkan antara Allah beserta makhluk-Nya dalam perkara perintah dan larangan, mereka adalah duta Allah kepada hamba-hamba-Nya. Penutup mereka, yang paling mulia diantara mereka adalah Muhammad yang Allah utus sebagai rahmat bagi seluruh alam, sebagai hujjah bagi mereka yang menempuh perjalanan dan juga hujjah bagi seluruh makhluk. Allah mewajibkan bagi seluruh hamba untuk menta’ati, mencintai, merendahkan diri, memuliakan dan melaksanakan segala hak-haknya, mengambil janji dan ikatan untuk mempercayai dan mengikutinya bagi seluruh nabi dan rasul. Dia memerintahkan mereka untuk membawanya kepada mereka yang mengikutinya dari kalangan kaum mukminin. Dia utus Muhammad dekat dengan hari kiamat sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, sebagai penyeru kepada Allah dan penerang yang bercahaya, dengannya risalah ditutup, dengannya ditunjukan jalan kesesatan, mengajarkan dari kebodohan, dan dengan risalahnya dibukakanlah mata-mata yang buta, telinga-telinga yang tuli dan hati-hati yang kaku. Sehingga dengan risalahnya bercahayalah bumi ini setelah kegelapan, bersatu hati manusia setelah bercerai-berai, juga diluruskanlah keyakinan yang menyimpang dijelaskanlah hujjah yang terang, dilapangkan dada dan dihilangkan darinya kesesakan, lalu diangkat namanya dan menjadikan rendah serta kecil dia yang menyelisihinya. Beliau diutus setelah sekian lama terputusnya para rasul, terputusnya pelajaran dari kitab-kitab, diutus tatkala firman telah dilencengkan, syari’at telah dirubah-rubah, setiap kaum telah bersandar kepada kedzoliman pendapatnya masing-masing, dan menghukumi atas nama Allah diantara hamba-hamba-Nya dengan makalah-makalah yang rusak dan menurut hawa nafsu. Sehingga Allah curahkan dengannya hidayah diantara para makhluk, menunjuki jalan-jalannya, mengeluarkan umat manusia dari kegelapan menuju cahaya, dengannya bisa dibedakan antara orang yang beruntung dan dia yang merugi. Barang siapa yang mengambil petunjuknya niscaya dia akan mendapatkan hidayah, dan barang siapa yang berpaling dari jalannya maka dia akan sesat dan merugi. Salawat serta salam semoga tercurahkan kepadanya dan juga kepada seluruh nabi dan rasul.
         
Kita bisa meringkas tentang kebutuhan manusia terhadap risalah (rasul) sebagaimana berikut ini:

1        Bahwasanya dia adalah seorang manusia, diciptakan dan butuh kepada Rabb, dia haruslah seorang yang mengenal penciptanya, mengetahui apa yang di inginkan-Nya, kenapa dia diciptakan, yang mana hal seperti ini tidak mungkin untuk dapat diketahui oleh manusia biasa, dan tidak ada jalan kepadanya kecuali dari sela-sela pengetahuan para nabi dan rasul serta pengetahuan apa yang mereka datangkan dengannya berupa petunjuk dan cahaya.

2        Bahwasanya manusia terdiri dari jasad dan ruh, gizi untuk jasad adalah apa yang mudah baginya berupa makanan dan minuman, sedangkan gizi bagi ruh adalah apa yang telah ditentukan oleh penciptanya, yaitu agama yang benar dan amal shaleh. Para nabi dan rasul datang dengan membawa agama yang benar dan menunjuki kepada amal shaleh.

3        Bahwasanya secara fitrah manusia akan condong kepada agama, dia memerlukan suatu agama yang harus dipeganginya, dan agama tersebut haruslah agama yang benar. Tidak ada jalan untuk sampai kepada agama yang benar kecuali dari sela-sela keimanan terhadap para nabi dan rasul serta mengimani apa yang mereka bawa.

4        Bahwasanya manusia membutuhkan sesuatu yang dapat menunjukannya kepada jalan yang dapat menyampaikan kepada keridhoan Allah di dunia, dan kepada surga serta kenikmatan-Nya di akherat, sedangkan jalan ini tidak ada yang dapat menunjukinya dan mengarahkan kepadanya kecuali hanyalah para nabi dan rasul.

5        Bahwa manusia pada dasarnya adalah lemah, dikelilingi oleh musuh yang banyak, dari kalangan syetan yang ingin menyesatkannya, dari pendamping jelek yang memperindah kejelekan padanya dan dari jiwa yang condong kepada kejelekan, oleh karena itu ia butuh terhadap apa yang bisa dijadikan sebagai penjaga bagi dirinya dari tipu daya musuhnya, para nabi dan rasul akan memberi petunjuk kepada hal tersebut dan menerangkan dengan sejelas-jelasnya.

6        Secara tabi’at, manusia memiliki sifat kemasyarakatan, perkumpulan dengan sesama makhluk dan mempergauli mereka membutuhkan suatu syari’at agar manusia bisa menengahi dan bersifat adil –karena kalau tidak, kehidupannya akan sama dengan kehidupan di hutan- syari’at ini menjaga hak setiap individu yang berhak, tanpa melebihkan atau mengurangi. Dan tidak ada yang bisa datang membawa syari’at yang sempurna kecuali para nabi dan rasul.

7        Bahwasanya butuh kepada pengetahuan tentang segala yang dapat mewujudkan ketenangan dan ketentraman jiwa, menunjukinya kepada penyebab-penyebab kebahagiaan yang sesungguhnya. Dan inilah yang ditunjuki oleh para nabi dan rasul.

Inilah sedikit penjelasan tentang kebutuhan manusia terhadap rasulnya,semoga bermanfa’at.

Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh..

HIKMAH


"Hal terpenting bagi seseorang di dunia ini adalah Menyintai ALLAH dengan sebenar-benarnya..memiliki iman yang benar, akhlak yang terpuji, akal yang lurus, tubuh yang sihat dan rezeki yang berkat. Selain semua itu, adalah beramal dan mengisi waktu dengan kesibukan yang bermanfaat"


Followers

Exit Jangan Lupa Klik Like Ya